Pertiwi Memanggilku
Di zaman globalisasi sekarang ini, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi semakin maju. Seiring dengan itu semua, sangat mudah
bagi kita untuk mengetahui tentang berbagai informasi. Tak tertinggal pula
dengan informasi tentang bencana, dengan waktu yang sangat singkat kita dapat
mengetahui informasi bencana dari berbagai penjuru dunia.
Saya dilahrirkan dari keluarga sederhanan, saya diberi
nama Dovel Pirmanto. Namun dengan
kesederhanan itu saya merasa ingin menumbuhkan nilai sosial, kesadaraan akan
sesama. Memang orang tua mengajarkan saya untuk mencintai alam dan lingkungan
sekitar. Sejak duduk di bangku sekolah dasar saya memang tertarik kepada bidang
kesehatan, maka saya memutuskan untuk ikut dokter kecil yang ada di sekolahku.
Tepatnya pada tanggal 26 Desember 2004 pertiwi menangis akibat adanya bencana
gempa bumi dan tsunami di tempat tinggal saudaraku di Aceh. Sebenarnya saya
ingin terlibat langsung dalam membantu korban-korban bencana di Aceh. Namun
karena usia yang tak cukup untuk bisa ikut dalam membantu korban di Aceh karena
waktu itu saya baru berumur 10 tahun dan masih duduk di bangku sekolah dasar.
Pada akhirnya saya memutuskan untuk membantu dalam bentuk yang lainnya, yaitu
saya menggalang dana bersama teman sekolahku. Untuk di salurkan bagi
saudara-saudara saya yang terkena bencana di Aceh.
Seiring dengan
waktu yang menumbuhkan kedewasaan saya, hingga saya mengijak Sekolah
Menengah Pertama dari sana awal
ketertarikan saya dengan hal-hal penangulangan bencana dengan adanya
sosialisasi penanggulangan bencana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerak
Kabupaten Kerinci.
Ketika saya sudah masuk ke Sekolah Menengah Pertama, di
sini saya ikut dalam organisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan Palang Merah
Remaja (PMR). Dari sinilah saya menimba ilmu dalam hal kesehatan dan
menanggulangi bencana. Saya diajarkan untuk membantu korban bencana baik di
darat maupun di laut. Adanya kerjasama antara Palang Merah Indonesia (PMI)
dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BNPD) Kabupaten Kerinci, untuk
mengadakan sosialisasi penanggulangan bencana di bawah kaki gunung Kerinci.
Terlihat bahwa saya semakin yakin untuk terlibat langsung dalam penanggulangan
bencana. Sementara itu di Desa Lempur Kecamatan Gunung Raya Kabupaten kerinci terjadi
musibah gempa bumi, maka saya langsung terjun kelapangan untuk melakukan
evakuasi, pada waktu itu saya di percaya untuk menjadi tim evakuasi pertama
yang turun ke lapangan oleh PMI Kabupaten Kerinci. Memang berbagi dengan sesama
itu sangatlah idah terbukti bahwa dengan satu bungku mie instant kita berbagi
dengan anak-anak di Desa Lempur di Tenda Pengungsian.
Pada tanggal 30 september 2009 pertiwi kembali menangis,
ketika gempa bumi meluluhlantakkan Ranah Minang ( Sumatra Barat) dengan
kekuatan 7,6 Skala Richter tepatnya pukul 17:16 WIB. Dengan cepat informasi
tersebut menyebar di media elektronik dan media cetak.
Pada tanggal 31 september 2009 saya bersama teman yang
lainnya berangkat ke Sumatra Barat dengan menempuh jarak ± 295 Km dari
Kabupaten Kerinci. Setelah sampainya di Ranah Minang Pertama kali kita
menginjakkan kaki di kota Padang tak sempat istirahat sedikit pun, sebab
saudara-saudaraku harus di bantu segera. Ketika sedang membantu korban,
terdengan detiran tangisan anak kecil dari sebuah rumah. Saya meneteskan air
mata didalam hati berkata subhanallah. Dengan segera saya meraih tangan dari
anak kecil tersebut dan membawanya ke dalam ambulan yang sudag dipersiapkan.
Sungguh terasa bangga saya bias menyelamatkan nyawa seorang. Namun tak berhenti
hingga di situ kita beranjak Kabupaten Padang Pariaman. Disana banyak sekali
warga yang belum tersentuh dengan pertolongan, ada yang masih tertimbun
runtuhan atap rumah, ada yang sudah meninggal didalam rumah.
Saya menemukan seorang bapak yang berada di bawah atap
rumah. Kakinya terjepit di tembok runtuhan rumahnya, saya perlahan-lahan
membersihkan reruntuhan tersebut dan akhirnya kita dapat membawa bapak tersebut
keluar dari reruntuhan bangunan rumah. Pada waktu itu saya sangat keterbatasan
alat untuk membawa bapak tersebut ke posko kesehatan setempat. Sebab tandu
sedang di pakai oleh teman-teman yang lain. Sehingga saya memutuskan untuk
menggendong bapak tersebut ke posko pengungsian.
Sementara di posko kita berusaha untuk menghibur
anak-anak kecil dengan mengajak mereka bermain, becana dan sebagainya. Pada
malam harinya saya pun tak sempat beristirahat, sebab masih banyak sekali
korban yang perlu di selamatkan. Sungguh memilukan jika saya bias beristirahat
sementara saudara yang lainya sangat membutuhkan pertolongan dengan segera,
maka saya segera kembali ke lapangan untuk melakukan evakuasi.
Komentar
Posting Komentar